Wednesday, April 27, 2011

Leptospirosis renggut 2 (dua) nyawa di Sleman

BK Peduli - Apa itu leptospirosis ? Penyakit leptospirosis disebabkan oleh kuman lepstospirosia Sp. Kuman ini biasanya terkandung dalam air seni atau tubuh hewan, seperti tikus, anjing, babi, kuda, kucing, maupun domba. Penyakit ini adalah salah satu penyakit menular yang berasal dari hewan dan menjangkiti manusia dan termasuk penyakit zoonosis yang paling sering terjadi di dunia. 

Di Indonesia, penularan paling sering adalah melalui tikus. Air kencing tikus terbawa banjir kemudian masuk ke tubuh manusia melalui permukaan kulit yang terluka, selaput lendir mata dan hidung. 
Ilustrasi tikus
Memasuki masa pergantian musim hujan ke kemarau atau pancaroba, masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta mulai mewaspadai munculnya beberapa penyakit. Satu penyakit yang akhir-akhir ini diwaspadai adalah leptospirosis.

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi DIY, Penyakit ini baru ditemukan di 2007 dengan tiga kasus. Begitu pula di 2008 dan 2009. Lonjakan baru terjadi pada 2010 dengan ditemukan 55 kasus, 8 orang di antaranya meninggal dunia. Sedangkan di tiga bulan awal 2011, sudah ada 133 kasus, dan 11 di antaranya meninggal.
Kepala Bidang Pencegahan Penanggulangan masalah Kesehatan Dinas Kesehatan DIY Daryanto mengatakan, sebagian besar pasien yang terjangkit leptospirosis adalah para petani. Diperkirakan, para pasien tertular kuman lepstospirosia Sp saat mereka sedang bekerja di sawah.
Akibat merebaknya penyakit leptospirosis, Kabupaten Bantul menetapkan status Kejadian Luar Biasa (KLB) Leptospirosis. Meski belum menetapkan status KLB, ancaman yang sama juga terjadi di Kabupaten Kulon Progo.

Ilustrasi Virus Leptospirosis
Penderita leptospirosis biasanya mengalami beberapa gejala, seperti demam, sakit kepala, nyeri otot, muntah-muntah, dan mata memerah. Gejalanya mirip dengan penyakit selesma. Dalam keadaan parah, penderita leptospirosis dapat terserang kegagalan ginjal, sakit kuning, pembengkakan selaput otak, hingga pendarahan paru-paru.

Di kabupaten Sleman saat ini, akibat leptospirosis, 2 (dua) nyawa terenggut. Kedua korban tewas adalah warga Desa Wukirsari, Kecamatan Cangkringan, dan Desa Caturtunggal, Kecamatan Depok. Hal ini menambah panjang daftar korban tewas akibat leptospirosis di Sleman menjadi 35 orang.

Selain dua warga yang meninggal tersebut, Dinkes mencatat masih ada dua pasien terduga leptospirosis yang hingga kini masih dirawat di salah satu rumah sakit di Yogyakarta. Kedunya berasal dari Kecamatan Gamping, salah satu daerah rawan penyakit ini. Sebelumnya satu pasien warga Gamping meninggal diduga kuat akibat leptospirosis. Namun, dari hasil aduit medis diketahui yang bersangkutan meninggal karena faktor penyakit lain meski terkena juga leptospirosis.
Kepala Bidang Pengendalian, Pencegahan Penyakit, dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Sleman - Cahya Purnama mengatakan, sebenarnya penderita leptospirosis dapat disembuhkan jika mendapat pertolongan cepat. Karena itu, masyarakat diharapkan waspada terhadap gejala leptospirosis.

Kepala Dinas Kesehatan Sleman Mafilindati Nuraini menjelaskan, secara klinis, masa inkubasi bakteri leptospirosis membutuhkan waktu antara satu dan dua pekan. Dalam masa tersebut penderita harus segara diberi obat antibiotik. Jika terlambat, dikhawatirkan akan menjalar ke organ lain dan menyebabkan komplikasi.
Masyarakat dihimbau untuk senantiasa menjaga kebersihan lingkungan, sebab bakteri Leptospira sp, penyebab leptosiprosis, mampu bertahan hidup di air hingga lebih dari tiga tahun selama kondisinya kondusif.

Sumber:
Kompas.com
***

No comments:

Post a Comment